Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri
sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh
mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan
panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol.
Elektron pada
keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut
keadaan dasar (ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak
mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang
diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.
Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut
warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari
spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua
warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan
tabel berikut.
Panjang gelombang (nm)
|
Warna warna yang diserap
|
Warna komplementer (warna yang terlihat)
|
400 – 435
|
Ungu
|
Hijau kekuningan
|
435 – 480
|
Biru
|
Kuning
|
480 – 490
|
Biru kehijauan
|
Jingga
|
490 – 500
|
Hijau kebiruan
|
Merah
|
500 – 560
|
Hijau
|
Ungu kemerahan
|
560 – 580
|
Hijau kekuningan
|
Ungu
|
580 – 595
|
Kuning
|
Biru
|
595 – 610
|
Jingga
|
Biru kehijauan
|
610 – 800
|
Merah
|
Hijau kebiruan
|
Pada spektrofotometer
sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu tungsten yang sering
disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan salah satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur
wolfram termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6
dengan simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada
spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang
sangat tinggi yakni 5930 °C.
Panjang gelombang yang digunakan
untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan
penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks. Hal ini disebabkan jika
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh
makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil.
Berdasarkan hukum Beer
absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l
harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin
tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang
dihasilkan makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan
agar terpenuhi hukum Lambert-Beer Baca Pengertian Dasar Spektrofotometer Vis, UV, UV-Vis)
Hubungan antara
absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (A≈C) apabila nilai absorbansi
larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah
berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka
hubungan absorbansi tidak linear lagi. Kurva kalibarasi hubungan antara
absorbansi versus konsentrasi dapat dilihat pada Gambar.
Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs
konsentrasi tidak linear:
- Adanya
serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk
zat pembentuk warna.
- Serapan
oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun
kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
- Kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau
sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai
dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran
atau pemekatan).
Jika tidak
berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi
reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan
spesi yang akan dianalisis. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (chromogenik
reagent). Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen
pembentuk warna:
- Kestabilan
dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu
beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan.
Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus
dibuat saat setiap kali analisis.
- Pembentukan
warna yang dianalisis harus cepat.
- Reaksi
dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.
- Pereaksi
tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran.
- Pereaksi
harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga
warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut
saja.
- Tidak
boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang
dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi
suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna
yang dikehandaki tidak sempurna.
- Pereaksi
yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang
dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai.
Setelah ditambahkan reagen
atau zat pembentuk warna maka larutan tersebut harus memiliki lima sifat di
bawah ini:
- Kestabilan
warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi dengan
teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan
(fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara
fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang
dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
- Warna
larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi
(warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya (ε)
besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini
dengan memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi.
- Warna
larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi
kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain.
- Hasil
reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
- Sistem
yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer
Menentukan konsentrasi sampel dengan
cara kurva kalibrasi
Konsentrasi sampel dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan rumus yang
diturunkan dari hukum lambert beer (A= a . b . c atau A = ε . b . c). Namun ada
cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu spesi yang
ada dalam suatu larutan yakni dengan cara kurva kalibarasi. Cara
ini sebenarnya masih tetap bertumpu pada hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan
konsentrasi zat dengan kurva kalibarasi:
- Maching
kuvet : mencari dua buah kuvet yang memiliki absorbansi atau transmitansi
sama atau hampir sama. Dua buah kuvet inilah yang akan digunakan untuk
analisis, satu untuk blanko, satu untuk sampel. Dalam melakukan analisis
Maching kuvet harus dilakukan agar kesalahannya makin kecil.
- Membuat
larutan standar pada berbagai konsentrasi. Larutan standar yaitu larutan
yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti. Konsentrasi larutan
standar dibuat dari yang lebih kecil sampai lebih besar dari konsentrasi
analit yang diperkirakan.
- Ambilah
salah satu larutan standar, kemudian ukur pada berbagai panjang gelombang.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa,
absorbansi yang dihasilkan paling besar. Panjang gelombang yang
menghasilkan absorbansi paling besar atau paling tinggi disebut panjang
gelombang maksimum (lmaks).
- Ukurlah
absorbansi semua larutan standar yang telah dibuat pada panjang gelombang
maksimum.
- Catat
absorbansi yang dihasilkan dari semua larutan standar, kemudian alurkan
pada grafik absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh suatu kurva yang
disebut kurva kalibarasi. Dari hukum Lambart-Beer jika absorbansi
yang dihasilkan berkisar antara 0,2-0,8 maka grafik akan berbentuk garis
lurus, namun hal ini tidak dapat dipastikan.
Misalkan absorbansi yang dihasilkan dari larutan standar yang telah dibuat
adalah
Absorbansi
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
0,6
|
0,7
|
0,8
|
0,9
|
konsentrasi
|
2 ppm
|
4 ppm
|
6 ppm
|
8 ppm
|
10 ppm
|
12 ppm
|
14 ppm
|
16 ppm
|
6. Ukurlah absorbansi larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Setelah
diperoleh absorbansinya, masukan nilai tersebut pada grafik yang diperoleh pada
langkah 5. Misalkan absorbansi yang diperoleh 0,6. Maka jika ditarik garis
lurus konsentrasi sampel akan sama dengan konsentrasi larutan standar 10 ppm.
Maka grafiknya sebagai berikut: Selain dengan cara diatas konsentrasi sampel dapat
dihitung dengan persamaan regresi linear:
Persamaan di atas dapat dihitung dengan bantuan
kalkulator. Setelah diperoleh persamaan di atas, absorbansi sampel yang
diperoleh dimasukan sebagai nila y sehingga diperoleh nila x. Nilai x yang
diperoleh merupakan konsentrasi sampel yang dianalisis.